Senin, 29 Agustus 2011

HAMA DAN PENYAKIT PADA IKAN

I.       PENDAHULUAN

Beberapa jenis penyakit ikan dan hama telah dikenal sering menimbulkan kematian terutama terhadap benih. Jenis ikan berukuran besarpun tidak luput dari serangan penyakit terutama penyakit bakterial.
Mengingat bahwa masalah hama dan penyakit telah merupakan salah satu hambatan utama dalam setiap usaha budidaya ikan, maka seyogyanyalah pengetahuan tentang cara penanggulangannya mutlak diketahui.


II.    TANDA-TANDA IKAN SAKIT

Untuk dapat menentukan cara penanggulangan yang tepat, perlu diketahui sedini mungkin jenis penyebabnya. Secara kasar beberapa jenis penyakit dapat diketahui menurut tanda-tanda atau gejala umum yang tampak pada tubuh ikan.
1.Gerakan lemah, hilang keseimbangan serta hilang nafsu makan.
2.Menggosok-gosokan tubuh pada benda-benda keras yang terdapat dikolam atau pada pinggiran bak-bak pemeliharaan.
3.Tubuhnya mengeluarkan lendir secara berlebihan atau sebaliknya lendirnya hilang atau berkurang kalau diraba kulitnya terasa kasar.
4.Kulit, sisik dan insang rusak serta warnanya berubah menjadi pucat.
5.Terdapat luka borok di badan.
6.Perdarahan (bercak-bercak merah) di permukaan tubuh dan sirip ikan.
7.Mata menonjol keluar dan diselaputi selaput berwarna putih dan keruh.
8.Timbul bisul pada tubuh dan insang ikan.
9.Bercak-bercak atau bintik putih di permukaan tubuh.
Di dalam budidaya ikan, hal-hal yang dapat mempercepat proses terjadinya penyerangan penyakit pada ikan yang dipelihara adalah sebagai berikut :
1.Lingkungan yang kurang baik seperti keadaan media air yang kurang baik, adanya sampah atau buangan lain dan adanya sisa makanan yang diberikan.
2.Padat penebaran yang sangat tinggi.
3.Mutu makanan tambahan kurang baik.
4.Daya tahan ikan yang dipelihara lemah, karena benih jelek dan perawatan kurang baik.
Untuk mencegah terjadinya wabah penyakit dapat dilakukan beberapa cara, diantaranya :
1. Usahakan lingkungan tempat pemeliharaan ikan tetap bersih.
2. Gunakanlah benih yang benar baik dan sehat.
3. Lakukanlah perawatan terhadap ikan budidaya secara baik.


III. PENYAKIT IKAN YANG SERING TERJADI

1.Penyakit Jamur
Tanda-tanda ikan yang terserang penyakit ini adalah:
-  Tubuh ikan ditumbuhi oleh kumpulan benang-benang halus seperti kapas yang berwarna putih atau putih kecoklatan, terutama tumbuh pada luka-luka yang ada pada ikan.
Pencegahan :            Dengan menjaga kebersihan tempat pemeliharaan dan penanganan ikan yang baik, jangan sampai ada luka pada ikan.
Pengobatan :            Ikan yang terserang direndam dalam larutan Malachite Green Oxalat (MGO) sebanyak 2-3 mg/m3 air selama 1 jam. Atau diolesi dengan kalium permanganat (PK) atau MGO.

2.Penyakit Bintik Putih
Tanda-tanda ikan yang terserang :
-    Ikan berenang sangat lemah/gerakan ikan sangat lambat dan selalu timbul di permukaan air serta megap-megap.
-    Ada bintik putih pada kulit, sirip dan insang.
-    Terjadi pendarahan pada sirip dan insang.
-    Ikan sering menggosok-gosokan tubuh pada benda-benda yang keras.
Pengobatan :            -           Direndam dalam larutan methylen blue  3 gr/m3 selama 24 jam.
-    Direndam dalam larutan malachite green 3 gr/m3 selama 15 menit.
-    Direndam dalam larutan formalin tehnis 25 ml/m3 selama 15 menit.
Pengobatan dilakukan 3 kali berturut-turut dengan jarak waktu 3-5 hari sekali.

3.Penyakit Borok
Tanda-tandanya :
-  Pendarahan terjadi pada kulit.
-  Luka pada kulit yang selanjutnya menjadi borok.
Pengobatan :            Disuntik dengan oxytetracycline, misalnya tertamycin dengan dosis 25 mg/kg per hari. Pengobatan dilakukan selama 7-10 hari berturut-turut.

TANDA-TANDA PENYAKIT IKAN DAN
CARA PENGOBATANNYA



No.
Ciri-ciri dan Kelakuan Ikan
Diagnosa
Penyakit
Cara Pengobatan
1
2
3
4
5

1





2



3






4




5



6


7



8



9

10




11

12


13




14

15



16

Kelainan pada tulang belakang (bengkak), Scoliosis & Lordosis




Kelainan pada rahang atas/bawah


Rontok sirip






Perut gembung (Dhophy)




Ikan menjadi kurus



Sisik kasar


Mata menonjol



Mata masuk ke dalam



Serabut seperti kapas pada kulit

Pendarahan (hemorrhagi)




Kulit terasa kasar, bintik hitam

Insang pucat (anesia)


Insang rontok




Bintil putih kemerahan pd insang

Frekuensi pernapasan bertambah



Bintik putih pada kulit


a.  Keturunan
b.  M. Cerebralis
a.  Infeksi bakteri/ virus
b.  Kekurangan Vit.

a.  M. Cerebralis
b.  Kelainan kelenjar thyroid

a.  Infeksi bakteri Flexibacter
b.  Parasit Costia
c.  Sifat air terlalu basah
d.  Gyrodactylus sp.

a.  Bakterial haemor hagis septicaemi
b.  Virul haemorhagi septicaemi

a.  Tuberculosis
b.  Penyakit Cacing
c.  Octomitus sp.

a.  Infeksi bakteri
b.  Air terlalu asam

a.  Tuberculosis
b.  Infeksi Cacing
c.  Infeksi Virus

a.  Infeksi bakteri
b.  Trypanoplasar (Cryptobial)

a.  Jamur Saprolegni

a.  Sengatan Argulus
b.  Infeksi Bakteri
c.  Infeksi Trichodina
d.  Gigitan lintah

a.  Ichthyosporidius

a.  Infeksi Bakteri
b.  Infeksi virus

a.  Bakteri Flexibatter
b.  Myxobacteria
c.  Dactylogirus

a.  Myxobolus

a.  Myxobacteria
b.  Flexibacter
c.  Dactythirus

a.  Ichthyopthirius



a.  Columnaris








b.  Peduncle







c.  Pseudomonas




d.  Edwardsiella










e.  Vibriosis







f.   Aeromonas septicaemia








g.  Furunculosis








h.  Ginjal



i.   Tuberculosis


-    Perendaman dalam    Copper sulfat dosis 1:2.000 selama 1-2 menit
-    Perendaman dalam Gxytetracyclin HCl dosis 10 mg/lt selama 30 mt
-    Makanan dicampur Oxytetracyclin 75 mg/kg ikan/hari
-    Perendaman dalam Oxytetracyclin 10 ppm selama 30 menit
-    Makanan dicampur Sulfisoxazole 100 mg/kg ikan/hari selama 10 sampai 20 hari berturut-turut
-    Makanan dicampur Oxytetracyclin HCl dosis 25-30 mg/kg ikan/hari selama 7-10 hari berturut-turut
-    Makanan dicampur Sulfamerazine 100-200 mg/kg ikan/hari selama 3 hari
-    Makanan dicampur Oxytetracyclin 50 mg/kg ikan/hari selama 7-10 hari berturut-turut
-    Suntikan Oxytetracyclin HCl dosis 25-30 mg/kg ikan
-    Suntikan Oxytetracyclin HCl 30 mg/kg ikan diulang tiap 3 hari sekali selama 3 kali
-    Makanan dicampur Oxytetracyclin HCl 50 mg/kg ikan selama 7-10 hari berturut-turut
-    Suntikan Terramicine 25-30 mg/kg ikan/hari selama 7-10 hari
-    Makanan dicampur Terramicine 50 mg/kg ikan/hari selama 7-10 hari berturut-turut
-    Makanan dicampur Sulphonamid 100 mg/kg ikan/hari selama 3-4 hari
-    Makanan dicampur Sulfamerazine 100 mg/kg ikan/hari selama 4 hari berturut-turut
-    Makanan dicampur Oxytetracyclin 50 mg/kg ikan/hari selama 7-10 hari
-    Suntikan Oxytetracyclin HCl 30 mg/kg ikan
-    Makanan dicampur Sulphonamid 100-200 mg/kg ikan/hari selama 3-4 hari
-    Belum ditemukan

Minggu, 21 Agustus 2011

Kepulauan Raja Ampat Surga Para Penyelam



Asal mula nama Raja Ampat menurut mitos masyarakat setempat berasal dari seorang wanita yang menemukan tujuh telur. Empat butir di antaranya menetas menjadi
empat orang pangeran yang berpisah dan masing-masing menjadi raja yang berkuasa di Waigeo, Salawati, Misool Timur dan Misool Barat. Sementara itu, tiga butir telur lainnya menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah batu.
Dalam perjalanan sejarah, wilayah Raja Ampat telah lama dihuni oleh masyarakat nelayan dan menerapkan sistem adat Maluku. Dalam sistem ini, masyarakat merupakan anggota suatu komunitas desa. Tiap desa dipimpin oleh seorang raja. Semenjak berdirinya dua kesultanan muslim di Maluku, Raja Ampat menjadi bagian klaim dari Kesultanan Tidore. Setelah Kesultanan Tidore takluk dari Belanda, Kepulauan Raja Ampat menjadi bagian klaim Hindia-Belanda.
Masyarakat Kepulauan Raja Ampat umumnya nelayan tradisional yang berdiam di kampung-kampung kecil yang letaknya berjauhan dan berbeda pulau. Mereka adalah masyarakat yang ramah menerima tamu dari luar, apalagi kalau kita membawa oleh-oleh buat mereka berupa pinang ataupun permen.
Barang ini menjadi semacam ‘pipa perdamaian indian’ di Raja Ampat. Acara mengobrol dengan makan pinang disebut juga “Para-para Pinang” seringkali bergiliran satu sama lain saling melempar mob, istilah setempat untuk cerita-cerita lucu. Mereka adalah pemeluk Islam dan Kristen dan seringkali di dalam satu keluarga atau marga terdapat anggota yang memeluk salah satu dari dua agama tersebut. Hal ini menjadikan masyarakat Raja Ampat tetap rukun walaupun berbeda keyakinan.
Kabupaten Kepulauan Raja Ampat letaknya terpencil di Papua Barat. Kawasan ini menyimpan sejuta keindahan bawah laut. Wisata bahari Raja Ampat dikenal sebagai salah satu dari 10 tempat wisata menyelam terbaik di dunia. Pesona dan kekayaan alam bawah laut, menjadi andalan Pulau Raja Ampat menembus persaingan dunia pariwisata di Indonesia dan dunia melalui wisata diving yang bisa dilakukan di indonesia bagian timur ini.
Kepulauan ini merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong sejak tahun 2003 yang mencakup 12 Kecamatan dan 88 desa. Kabupaten berpenduduk 31.000 jiwa ini memiliki 610 pulau dengan Empat diantaranya pulau besar, yakni Pulau Misool, Salawati, Batanta, dan Waigeo. Dari 610 pulau tersebut, hanya 35 pulau saja yang berpenghuni. Dengan luas wilayah sekitar 46.000 km2, hanya 6.000 km2 berupa daratan, sedangkan 40.000 km2 sisanya adalah lautan. Pulau-pulau yang belum terjamah dan lautnya yang masih asri membuat wisatawan langsung terpikat.
Kepulauan Raja Ampat terletak di jantung pusat segitiga karang dunia (Coral Triangle) dan merupakan pusat keanekaragaman hayati laut tropis terkaya di dunia saat ini.
Kepulauan ini berada di bagian paling barat pulau induk Papua, Indonesia, membentang di area seluas kurang lebih 4,6 juta hektar.  Raja Ampat memiliki kekayaan dan keunikan spesies yang tinggi dengan ditemukannya 1.104  jenis ikan, 699 jenis moluska (hewan lunak) dan 537 jenis hewan karang. Tidak hanya jenis-jenis ikan, Raja Ampat juga kaya akan keanekaragaman terumbu karang, hamparan padang lamun, hutan mangrove, dan pantai tebing berbatu yang indah. Potensi menarik lain adalah pengembangan usaha ekowisata dan wilayah ini telah pula diusulkan sebagai Lokasi Warisan Dunia (World Herritage Site) oleh Pemerintah Indonesia.
Melihat posisinya di kawasan segitiga terumbu karang, yang tepat pada pusat keragaman terumbu karang dunia, maka laut di Kepulauan Raja Ampat diindikasikan sebagai kawasan yang paling kaya keragaman hayatinya di dunia. Kumpulan terumbu karang yang luas dan kaya ini membuktikkan bahwa terumbu karang di kepulauan ini mampu bertahan terhadap ancaman-ancaman seperti pemutihan karang dan penyakit, dua jenis ancaman yang kini sangat membahayakan kelangsungan hidup terumbu karang di seluruh dunia. Kuatnya arus samudra di Raja Ampat memegang peran penting dalam menyebarkan larva karang dan ikan melewati samudra Hindia dan Pasifik ke ekosistem karang lainnya. Kemampuan tersebut didukung oleh keragaman dan tingkat ketahanannya menjadikan kawasan ini prioritas utama untuk dilindungi. Kepulauan Raja Ampat adalah bagian dari wilayah yang dikenal sebagai Kawasan Bentang Laut Kepala Burung, yang didalamnya termasuk teluk Cendrawasih, Taman Laut Nasional terbesar di Indonesia.
Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata penyelaman. Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini.
Dr John Veron, ahli karang berpengalaman dari Australia, misalnya, dalam sebuah situs ia mengungkapkan, Kepulauan Raja Ampat yang terletak di ujung paling barat Pulau Papua, sekitar 50 mil sebelah barat laut Sorong, mempunyai kawasan karang terbaik di Indonesia. Sekitar 450 jenis karang sempat diidentifikasi selama dua pekan penelitian di daerah itu.
Tim ahli dari Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini.
Ada beberapa kawasan terumbu karang yang masih sangat baik kondisinya dengan persentase penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat Dampier (selat antara P. Waigeo dan P. Batanta), Kepulauan Kofiau, Kepulauan Misool Timur Selatan dan Kepulauan Wayag. Tipe dari terumbu karang di Raja Ampat umumnya adalah terumbu karang tepi dengan kontur landai hingga curam. Tetapi ditemukan juga tipe atol dan tipe gosong atau taka. Di beberapa tempat seperti di kampung Saondarek, ketika pasang surut terendah, bisa disaksikan hamparan terumbu karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari langsung.
Spesies yang unik yang bisa dijumpai pada saat menyelam adalah beberapa jenis pigmy seahorse atau kuda laut mini, wobbegong dan Manta ray. Juga ada ikan endemik Raja Ampat, yaitu Eviota raja, yaitu sejenis ikan gobbie. Di Manta point yg terletak di Arborek selat Dampier, anda bisa menyelam dengan ditemani beberapa ekor Manta Ray yang jinak seperti ketika anda menyelam di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Jika menyelam di Cape Kri atau Chicken Reef, anda bisa dikelilingi oleh ribuan ikan. Kadang kumpulan ikan tuna, giant trevallies dan snappers. Tapi yang menegangkan jika kita dikelilingi oleh kumpulan ikan barakuda, walaupun sebenarnya itu relatif tidak berbahaya (yang berbahaya jika kita ketemu barakuda soliter atau sendirian). Hiu karang juga sering terlihat, dan kalau beruntung anda juga bisa melihat penyu sedang diam memakan sponge atau berenang di sekitar anda. Di beberapa tempat seperti di Salawati, Batanta dan Waigeo juga terlihat Dugong atau ikan duyung.
Karena daerahnya yang banyak pulau dan selat sempit, maka sebagian besar tempat penyelaman pada waktu tertentu memiliki arus yang kencang.Hal ini memungkinkan juga untuk melakukan drift dive, menyelam sambil mengikuti arus yang kencang dengan air yang sangat jernih sambil menerobos kumpulan ikan. Ada juga pesawat karam peninggalan perang dunia ke II yang bisa dijumpai di beberapa tempat penyelaman menjadikan tempat yang bagus untuk wreck dive seperti di P. Wai. Dan masih banyak lagi situs terumbu karang yang sebenarnya belum pernah dijamah. Ini menjadikan penyelaman di Raja Ampat terasa lebih menantang.
Filed Under: Maritime Lifestyle

Senin, 15 Agustus 2011

World Ocean Conference Manado North Sulawesi 2009 Slideshow

World Ocean Conference Manado North Sulawesi 2009 Slideshow: "TripAdvisor™ TripWow ★ World Ocean Conference Manado North Sulawesi 2009 Slideshow ★ to Manado. Stunning free travel slideshows on TripAdvisor"

Rumpon Elektronik, Buah Tangan IPB Untuk Nelayan



Pengembangan teknologi  penangkapan ikan pada masa yang akan datang tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan akan tetapi juga ditujukan untuk memperbaiki proses penangkapan (capture process), mengurangi pengaruh penangkapan (fishing impact) terhadap lingkungan dan keragaman hayati (bio-diversty) (Arimoto, 2000).
Ke depan, para nelayan mungkin tidak akan lagi mengalami kesulitan ketika menangkap ikan. Para peneliti di Institut Pertanian Bogor (IPB) telah menciptakan teknologi penangkapan ikan baru. Rumpon elektronik.Rumpon sendiri sebenarnya sudah tidak asing lagi di mata nelayan. pasalnya, alat bantu dalam aktivitas penangkapan ikan yang digunakan untuk menarik ikan tersebut kerap digunakan setiap kali melaut. Pasalnya, isu internasional tentang penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan sudah di mulai sejak tahun 1999.
Hal ini dipicu oleh alat tangkap purse seine yang berkembang pesat di Samudera Hindia bagian timur yang dioperasikan pada drifting aggregating device yang mampu menangkap ikan-ikan tuna berukuran kecil yang belum matang gonad. Terdapat pro dan kontra tentang hal ini karena rumpon sangat diyakini efektif untuk menangkap ikan.  Konflik ini cepat atau lambat akan sampai di Indonesia, apalagi implementasi “Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)” telah mulai dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, di mana kegiatan proses penangkapan ikan, termasuk di dalamnya penggunaan rumpon akan diatur secara berwawasan lingkungan.
Hanya saja, memang kebanyakan rumpon bersifat pasif dan menetap. Misalnya rumpon yang dibuat dari pelepah pohon kelapa atau rongsokan beca yang ditenggelamkan. Jenis rumpon tradisional ini umumnya menggunakan satu jenis atraktor tertentu dan cenderung memiliki selektivitas target yang rendah atau hasil tangkapan sampingan (by-catch) yang tinggi. Dengan demikian rumpon ini tidak mampu melakukan pemilahan target yang diinginkan dari sisi jenis dan ukuran ikan. Di samping itu, daya tahan rumpon tradisional terbatas, misalnya daun kelapa yang ditempatkan di laut akan cepat lapuk dan terbawa oleh arus laut.
“Nah, rumpon yang kami ciptakan ini adalah rumpon elektronik, di mana kami mencoba memasukkan teknologi elektronika yang sifatnya aktif yang berfungsi untuk mengumpulkan ikan di suatu perairan,” kata Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Indrajaya kepada Indonesia Maritime Magazine.
Indra Jaya mengatakan kalau tim yang dipimpinnya sangat luar biasa karena bisa memikirkan persoalan-persoalan perikanan saat ini. Mereka mencoba berkarya untuk kehidupan nelayan yang lebih dan untuk melindungi biota laut.
“Dari berbagai persoalan dan kajian masalah nelayan dalam penangkapan ikan dan tantangan masa depan, kami terus mela­ku­kan terobosan-terobosan untuk menjwab semuanya. Ide ini merupakan hal yang sangat berharga untuk masa yang akan datang,” tukasnya.
Indra menjelaskan, rumpon ciptaan IPB menggunakan dua attractor atau penarik yaitu cahaya dan suara. Penggunaan dua attractor tersebut didasari hasil penelitian tentang tingkah laku ikan yang menunjukkan bahwa ada spesies ikan yang tertarik terhadap cahaya (fototaksis positif) dan ada juga ikan yang tertarik dengan suara (akustitaksis).
“Ikan yang memiliki ketertarikan terhadap intensitas cahaya dan frekuensi suara tertentu akan mendekat dan berkumpul. Berdasarkan fenomena tersebut, maka dirancang alat yang mampu membangkitkan intensitas cahaya dan frekuensi suara yang disukai oleh ikan,” terangnya.
Penggunaan rumpon elektronik, lanjut Indra, sangat mudah. Alat bantu itu cukup ditenggelamkan ke dalam air laut hingga keda­la­man maksimal lima meter. “Tidak perlu lebih, karena biasanya di atas kedalaman lima meter itu cahaya berkurang atau bahkan gelap,” paparnya.
Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah terkum­pulnya ikan pada suatu daerah yang akan memudahkan nelayan untuk dapat melakukan operasi penangkapan ikan.
“Perkembangan selanjutnya akan menciptakan sebuah metoda penangkapan/fishing technique baru dimana aktivitas penangkapan ikan dapat dilakukan secara efektif dan efisien serta selektif. Hal ini memungkinkan karena ikan yang tertarik dengan cahaya dan suara tentunya hanya ikan-ikan jenis tertentu yang spesifik,” imbuhnya.
Rumpon elektronik itu sendiri, kata Indra, sebenarnya sudah dilakukan uji-coba pada 2008 lalu di Kepulauan Seribu dan hasilnya sangat memuaskan. Karena, dengan adanya bahan cahaya pada rumpon elektronik itu, ikan-ikan akan merasa nyaman saat mata mereka berinteraksi dengan cahaya. Dibandingkan dengan rumpon tradisional yang pembuatannya bisa mencapai Rp 40 juta-an, rumpon elektronik lebih murah. Dari semua bahan-bahan yang digunakan untuk membuat rumpon elektronik hanya dibutuhkan Rp 2,5 juta saja.
Meskipun produksi pembuatannya terbilang murah dari rumpon tradisional, rumpon elektronik belum dipasarkan secara massal. Itu karena, IPB hanya bergerak dalam hal pengembangan tekhnologi, sehingga aplikasinya masih terbatas. Karenanya, Indra Jaya terhadap semua hasil temuan-temuan tim peneliti yang dipimpinnya membuka diri kepada pihak yang hendak melakukan produksi massal. “Kalau ada persusahaan yang mau, kita akan melakukan kerjasama dengan memberitahukan cara-caranya. Dan tentunya hak ciptanya adala tim peneliti IPB,” tuturnya.

Spesifikasi Rumpon Elektronik Teknologinya Ramah Lingkungan
Teknologi perikanan terus berkembang untuk memudahkan manusia dalam melakukan ekplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam laut.  Kemajuan teknologi harus didukung dengan konsep konservasi yang tidak dengan semena-mena mengekploitasi sumberdaya tanpa memperhitungkan dampak negatifnya. Pada invensi rumpon hibrida ini dibuat sebuah sistem dengan metode baru ekploitasi sumberdaya ikan yang ramah lingkungan.
Dikatakan ramah lingkungan karena sistem yang dibangun dapat secara selektif mendapatkan sumberdaya yang diinginkan, misalnya ikan dengan fototaksis positif seperti cumi-cumi akan datang apabila ditarik dengan cahaya, begitu juga dengan ikan Kembung yang tertarik pada frekuensi 100 kHz-130 kHz.
Invensi ini menggunakan sistem pemikatan cahaya dan suara. Cahaya yang digunakan adalah cahaya mempunyai panjang gelombang tertentu yang disukai oleh ikan tertentu, dan frekuensi suara yang dibangkitkan adalah frekuensi yang disukai oleh ikan tertentu pula.  Selanjutnya, karena kinerja alat ini diharapkan dapat bekerja lebih baik dari rumpon tradisional, maka kedua atraktor ini kemudian digabung dalam satu platform yang dapat diaktifkan secara bersamaan.
Invensi rumpon hibrida merupakan aplikasi sistem elektronika yang digunakan dalam penangkapan ikan yang dapat mengumpulkan ikan (attracting fish) pada suatu daerah penangkapan (catchable area). Mekanisme pengumpulan menggunakan gabungan dua atraktor yang berbeda, yaitu cahaya dan suara yang merupakan klaim utama dari invensi ini.
Attractor suara merupakan sistem pemanggilan ikan dengan menggunakan frekuensi suara yang dibangkitkan terdiri dari frekuensi suara tunggal dan spektrum frekuensi yang dibangkitkan oleh kontroler. Frekuensi suara tunggal merupakan satuan frekuensi yang dibangkitan dan dikeluarkan secara kontinyu, dengan besaran yang disesuaikan berdasarkan target ikan yang diinginkan. Spektrum frekuensi merupakan gabungan dari beberapa frekuensi dalam satu kali pengeluaran suara, misalnya frekuensi 1-10 kHz, yang dibuat sapuan menaik (chirp).
“Daya maksimum yang dikeluarkan oleh alat ini adalah 80-100 watt dengan platform cassing kedap air yang menyatu dengan rangka. Keluaran dari atraktor suara ini diumpankan ke transduser yang terbuat dari speaker 2.5” yang pada bagian permukaannya ditutup dengan silikon rubber dengan komposisi 1:20 sehingga menimbulkan medan vibrasi yang optimal,” terang Indra.
Sedangkan attractor cahaya, jelas Indra, merupakan sistem pengumpulan ikan secara selektif dengan menggunakan cahaya suara. Atraktor cahaya yang dibangkitkan terdiri dari beberapa panjang gelombang (warna cahaya), yaitu putih, merah, biru dan hijau, dimana pilihan warna yang akan digunakan disesuaikan dengan target ikan yang dikehen­daki.
“Bahan yang digunakan sebagai attractor cahaya adalah xenon LED ultrabright yang memiliki daya 3-10 watt yang dapat dinyalakan secara bergantian disesuaikan dengan kebutuhan dengan sistem kontrol berbasis komputer. Pemilihan cahaya bisa dilakukan secara manual dengan perantaraan kabel penghubung,” bebernya.
Lanjut Indra, keseluruhan sistem attractor terdapat dalam satu platform yang terbuat dari campuran bahan fiber glass dan bahan PVC 8 inch. Untuk melindungi platform dari benturan kemudian dibuat pelindung dari bahan stainless steel yang dilengkapi dengan pengait pada bagian atasnya untuk menurunkan dan menaikan platform ke dalam air. “Catu daya dan keseluruhan sirkuit elektronik diletakkan di dalam platform dan dibuat kedap air.”

Jumat, 12 Agustus 2011

Energi Pasang Surut: Tidal Penghasil Listrik Raksasa



Sebenarnya, teknologi pembangkit listrik pasang surut (PLPS) ini mungkin sudah dikuasai penuh oleh bangsa Indonesia. Karena, pada prinsipnya teknologi tersebut tidak berbeda dengan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) seperti yang diterapkan di waduk Jatiluhur dan waduk-waduk lainnya, di mana air laut ketika pasang ditampung dalam suatu wilayah yang di bendung dan pada waktu pasang surut air laut dialirkan kembali ke laut. Pemutaran turbin dilakukan dengan memanfaatkan aliran air ketika masuk ke dalam dam dan ketika keluar dari dam menuju laut.
Kendala utama penerapan teknologi PLPS ini ada dua. Pertama, Pemerintah belum pernah memanfaatkan enerji pasang surut ini untuk menghasilkan listrik, sehingga tenaga ahli Indonesia yang telah menguasai teknolgi pembangkit listrik tenaga air belum pernah merancang dan menerapkan atau membangun secara langsung dari awal.
Kedua, untuk pembangunan ini akan merendam wilayah yang luas, apalagi bila harus merendam beberapa desa di sekitar muara atau kolam. Di sini kemudian akan muncul masalah sosial, bukan hanya masalah teknologi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para insinyur Indonesia untuk penerapan tekknologi ini adalah efisiensi propeler ketika air masuk dan air keluar. Kalau di PLTA arah air penggerak turbin hanya satu arah, sedangkan pada pembangkit listrik pasang surut ini dari dua arah. Hal kedua yang menjadi perhatian, adalah material yang dipergunakan. Untuk air laut diperlukan material khusus disesuaikan dengan kadar garam dan kecepatan airnya.
Kapasitas listrik yang dihasilkan oleh PLPS ini sebaiknya untuk kapasitas besar, di atas  50 Mega Watt, agar bisa ekonomis seperti PLTA. Sayangnya sumber enerji PLPS ini banyak berada wilayah timur Indonesia, mulai dari Ambon hingga ke Papua. Di wilayah ini kebutuhan lsitrik masih kecil dan membutuhkan power cable bawah laut yang sangat panjang untuk bisa membawa listrik ke pulau Sulawesi yang membutuhkan listrik dalam jumlah besar.
Di negara lain, beberapa pembangkit listrik sudah beroperasi menggunakan ide ini. Salah satu PLPS terbesar di dunia terdapat di muara sungai Rance di sebelah utara Perancis. Pembangkit listrik ini dibangun pada tahun 1966 dan berkapasitas 240 Mega Watt.
PLPS La Rance didesain dengan teknologi canggih dan beroperasi secara otomatis, sehingga hanya membutuhkan dua orang saja untuk pengo­per­asian pada akhir pekan dan malam hari. Sementara PLPS terbesar kedua di dunia terletak di Annapolis, Nova Scotia, Kanada dengan kapasitas yang mencapai 16 Mega Watt.
Untuk Indonesia sendiri, daerah yang potensial adalah sebagian Pulau Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Papua, dan pantai selatan Pulau Jawa, karena pasang surutnya bisa lebih dari lima meter.

Kamis, 11 Agustus 2011

Energi Panas Laut : Anti Gas Rumah Kaca



Perbedaan temperatur di bawah laut sebenarnya telah menjadi ide pemanfaatan energi dari laut. Kita tentu menyadari jika kita menyelam semakin dalam ke bawah permukaan, airnya akan semakin dingin. Temperatur di permukaan laut lebih hangat karena panas dari sinar matahari diserap sebagian oleh permukaan laut.
Tapi di bawah permukaan, temperatur akan turun dengan cukup drastis. Inilah sebabnya mengapa penyelam menggunakan pakaian khusus selam ketika menyelam jauh ke dasar laut. Pakaian khusus tersebut dapat menangkap panas tubuh sehingga menjaga mereka tetap hangat. Nah, pembangkit listrik dapat memanfaatkan perbedaan temperatur tersebut untuk menghasilkan energi. Pemanfaatan sumber energi jenis ini disebut dengan konversi energi panas laut atau Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC).
Perbedaan temperatur antara permukaan yang hangat dengan air laut dalam yang dingin dibutuhkan minimal sebesar 77 derajat Fahrenheit (25 °C) agar dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik dengan baik. Adapun proyek-proyek demonstrasi dari OTEC sudah terdapat di Jepang, India, dan Hawaii.
Berdasarkan siklus yang digunakan, OTEC dapat dibedakan menjadi tiga macam: siklus tertutup, siklus terbuka, dan siklus gabungan (hybrid). Pada alat OTEC dengan siklus tertutup, air laut permukaan yang hangat dimasukkan ke dalam alat penukar panas untuk menguapkan fluida yang mudah menguap seperti misalnya amonia. Uap amonia akan memutar turbin yang menggerakkan generator.
Uap amonia keluaran turbin selanjutnya dikondensasi dengan air laut yang lebih dingin dan dikembalikan untuk diuapkan kembali. Pada siklus terbuka, air laut permukaan yang hangat langsung diuapkan pada ruang khusus bertekanan rendah. Kukus yang dihasilkan digunakan sebagai fluida penggerak turbin bertekanan rendah. Kukus keluaran turbin selanjutnya dikondensasi dengan air laut yang lebih dingin dan sebagai hasilnya diperoleh air desalinasi.
Pada siklus gabungan, air laut yang hangat masuk ke dalam ruang vakum untuk diuapkan dalam sekejap (flash-evaporated) menjadi kukus (seperti siklus terbuka). Kukus tersebut kemudian menguapkan fluida kerja yang memutar turbin (seperti siklus tertutup). Selanjutnya kukus kembali dikondensasi menjadi air desalinasi.
Fluida kerja yang populer digunakan adalah amonia karena tersedia dalam jumlah besar, murah, dan mudah ditransportasikan. Namun, amonia beracun dan mudah terbakar. Senyawa seperti CFC dan HCFC juga merupakan pilihan yang baik, sayangnya menimbulkan efek penipisan lapisan ozon. Hidrokarbon juga dapat digunakan, akan tetapi menjadi tidak ekonomis karena menjadikan OTEC sulit bersaing dengan pemanfaatan hidrokarbon secara langsung.
Selain itu, yang juga perlu diperhatikan adalah ukuran pembangkit listrik OTEC bergantung pada tekanan uap dari fluida kerja yang digunakan. Semakin tinggi tekanan uapnya maka semakin kecil ukuran turbin dan alat penukar panas yang dibutuhkan, sementara ukuran tebal pipa dan alat penukar panas bertambah untuk menahan tingginya tekanan terutama pada bagian evaporator.
Kelebihan dari OTEC adalah penggunaannya tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya, tidak membutuhkan bahan bakar, biaya operasi rendah, dan  produksi listrik stabil. Di samping itu, penggunaannya juga dapat dikombinasikan dengan fungsi lainnya: menghasilkan air pendingin, produksi air minum, suplai air untuk aquaculture, ekstraksi mineral, dan produksi hidrogen secara elektrolisis.
Sementara kekurangannya antara lain, belum ada analisa mengenai dampaknya terhadap lingkungan. Terlebih, jika menggunakan amonia sebagai bahan yang diuapkan menimbulkan potensi bahaya kebocoran. Belum lagi biaya pembangunannya yang tidak murah.

Selasa, 09 Agustus 2011

10 Ikan Tercantik

10. African Cichlids
Ikan ini diucapkan sebagai "Sick-Lids". Ikan ini ditemukan di 3 danau di Afrika: Malawi, Tanganyika, dan Victoria. Spesies yg ada di Danau Victoria jumlahnya kurang beragam dan kurang berwarna-warni dibandingkan dengan lainnya. Biasanya mereka tumbuh hingga 6-7 inchi, dengan pengecualian untuk Spesies Frontosoa, yg bisa tumbuh sampe 12-14 inchi. Ikan2 ini adalah ikan2 air tawar yg bisa dengan gampang dipiara di akuarium rumahan. Selain di Afrika, ada juga spesies ikan ini yg idup di perairan Amazon, tapi ukurannya lebih besar dan lebih agresif dari yg di Afrika. Iyalah, Amazon gitu

9. Parrotfish
Dinamakan demikian karena bentuk mulutnya yg mirip paruh burung. Ikan ini menggunakan mulutnya yg seperti paruh itu untuk memecah dan memakan invertebrata kecil yg hidup di daerah koral. Biasanya mereka akan memakan utuh2 bebatuan koral atau pasir2 laut lalu mengunyah invertebrata yg ada di dalamnya, lalu membuang sisa2nya.

8. Regal Tang

Ini ikan yang ada di Finding Nemo bukan sih? Btw, ikan ini tergolong dalam family Surgeonfish, yg memiliki pisau kecil dari zat kapur yg dapat disembunyikan di depan sirip ekornya. Pisau kecil ini digunakan terutama untuk sistem pertahanan dalam menghadapi predator.

7. Coral Beauty
Ikan ini tergolong dalam Angelfish. Ikan2 ini bisa disimpan dalam akuarium2 rumahan dan dapat bertahan hidup dengan baik di dalam habitatnya (hardy).

6. Flame Angel
Ikan ini memikiki hubungan dekat dengan Coral Beauty. Sifatnya sama seperti Coral Beauty, tapi sifatnya tidak 'seteguh' Coral Beauty.

5. Koi
Ada banyak variasi warna dari ikan koi (sekitar 100an). Koi dapat memiliki warna oranye, merah, putih, keemasan, atau hitam. Beberapa penggemar koi rela membayar ribuan dolar untuk seekor koi hanya untuk mencari pola warna koi yg langka.

4. Moorish Idol

Ikan ini tergolong susah untuk dipiara di akuarium rumahan, dan juga sangat mahal harganya.

3. Lionfish
Ikan ini disebut juga Zebrafish. Tulang belakangnya itu memiliki racun yg sangat menyakitkan dan cukup efektif. Orang yg memeliharanya pastinya harus ati2 kalo mo membersihkan akuariumnya

2. Discus
Ikan ini merupakan spesies ikan air tawar yg mungkin merupakan ikan air tawar yg paling cantik. Harganya juga mahal banget: anakan yg panjangnya 3 inchi berkisar antara $50-$80.

1. Mandarinfish

Ada 2 varietas dari spesies ini: Mandarinfish standar dan Psychedelic Mandarin. Yang standar biasanya memiliki pola dan warna yg lebih bagus dibanding Psychedelic. Harganya ga lebih dari $20 per ekor, tapi yg jadi masalah adalah makanannya. Mereka cuma memakan mikro-invertebrata yg hidup di bebatuan koral. Untuk bisa memeliharanya di akuarium rumah, kita perlu memiliki bebatuan koral yg cukup di dalam akuarium selama sebulan untuk membiarkan si ikan beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Senin, 08 Agustus 2011

KRITERIA ALAT TANGKAP IKAN YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT FAO (Food Agriculture Organization)


Di Indonesia saat ini, telah banyak dikembangkan metode penangkapan yang tidak merusak lingkungan (Anonim. 2006). Selain karena tuntutan dan kecaman dunia internasional yang akan memboikot ekspor dari negara yang sistem penangkapan ikannya masih merusak lingkungan, pemerintah juga telah berupaya untuk melaksanakan tata cara perikanan yang bertanggung jawab.
Food Agriculture Organization (FAO, sebuah lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa yang menangani masalah pangan dan pertanian dunia), pada tahun 1995 mengeluarkan suatu tata cara bagi kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab (Code of Conduct for Resposible Fisheries- CCRF). Dalam CCRF ini, FAO menetapkan serangkaian kriteria bagi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Sembilan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1. Alat tangkap harus memiliki selektivitas yang tinggi
Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi sub kriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis. Sub kriteria ini terdiri dari (yang paling rendah hingga yang paling tinggi):
  1. Alat menangkap lebih dari tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh
  2. Alat menangkap tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh
  3. Alat menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang kurang lebih sama.
  4. Alat menangkap satu spesies saja dengan ukuran yang kurang lebih sama.
2. Alat tangkap yang digunakan tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya.
Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang ditetapkan berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat penangkapan. Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah hingga yang tinggi):
  1. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas
  2. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit
  3. Menyebabkan sebagian habiat pada wilayah yang sempit
  4. Aman bagi habitat (tidak merusak habitat)
3. Tidak membahayakan nelayan (penangkap ikan).
Keselamatan manusia menjadi syarat penangkapan ikan, karena bagaimana pun, manusia merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan perikanan yang produktif. Pembobotan resiko diterapkan berdasarkan pada tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari rendah hingga tinggi):
  1. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat kematian pada nelayan
  2. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat cacat menetap (permanen) pada nelayan
  3. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat gangguan kesehatan yang sifatnya sementara
  4. Alat tangkap aman bagi nelayan
4. Menghasilkan ikan yang bermutu baik.
Jumlah ikan yang banyak tidak berarti bila ikan-ikan tersebut dalam kondisi buruk. Dalam menentukan tingkat kualitas ikan digunakan kondisi hasil tangkapan secara morfologis (bentuknya). Pembobotan (dari rendah hingga tinggi) adalah sebagai berikut:
  1. Ikan mati dan busuk
  2. Ikan mati, segar, dan cacat fisik
  3. Ikan mati dan segar
  4. Ikan hidup
5. Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen.
Ikan yang ditangkap dengan peledakan bom pupuk kimia atau racun sianida kemungkinan tercemar oleh racun. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan tingkat bahaya yang mungkin dialami konsumen yang harus menjadi pertimbangan adalah (dari rendah hingga tinggi):
  1. Berpeluang besar menyebabkan kematian konsumen
  2. Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan konsumen
  3. Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen
  4. Aman bagi konsumen
6. Hasil tangkapan yang terbuang minimum.
Alat tangkap yang tidak selektif (lihat butir 1), dapat menangkap ikan/organisme yang bukan sasaran penangkapan (non-target). Dengan alat yang tidak selektif, hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat, karena banyaknya jenis non-target yang turut tertangkap. Hasil tangkapan non target, ada yang bisa dimanfaatkan dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):
  1. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis (spesies) yang tidak laku dijual di pasar
  2. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis dan ada yang laku dijual di pasar
  3. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan laku dijual di pasar
  4. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan berharga tinggi di pasar.
7. Alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak minimum terhadap keanekaan sumberdaya hayati (biodiversity).
Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasasrkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):
  1. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian semua mahluk hidup dan merusak habitat.
  2. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat
  3. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat
  4. Aman bagi keanekaan sumberdaya hayati
8. Tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau terancam punah.
Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi undangundang ditetapkan berdasarkan kenyataan bahwa:
  1. Ikan yang dilindungi sering tertangkap alat
  2. Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap alat
  3. Ikan yang dilindungi .pernah. tertangkap
  4. Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap
9. Diterima secara sosial.
Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap, akan sangat tergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di suatu tempat. Suatu alat diterima secara sosial oleh masyarakat bila:
  • biaya investasi murah,
  • menguntungkan secara ekonomi,
  • tidak bertentangan dengan budaya setempat,
  • tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Pembobotan Kriteria ditetapkan dengan menilai kenyataan di lapangan bahwa (dari yang rendah hingga yang tinggi):
  1. Alat tangkap memenuhi satu dari empat butir persyaratan di atas
  2. Alat tangkap memenuhi dua dari empat butir persyaratan di atas
  3. Alat tangkap memenuhi tiga dari empat butir persyaratan di atas
  4. Alat tangkap memenuhi semua persyaratan di atas
Bila ke sembilan kriteria ini dilaksanakan secara konsisten oleh semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan, maka dapat dikatakan ikan dan produk perikanan akan tersedia untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan. Hal yang penting untuk diingat bahwa generasi saat ini memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan ketersediaan sumberdaya ikan bagi generasi yang akan datang dengan pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkesinambungan dan lestari. Perilaku yang bertanggung jawab ini dapat memelihara, minimal mempertahankan stok sumberdaya yang ada kemudian akan memberikan sumbangan yang penting bagi ketahanan pangan (food security), dan peluang pendapatan yang berkelanjutan.