Senin, 15 Agustus 2011

Rumpon Elektronik, Buah Tangan IPB Untuk Nelayan



Pengembangan teknologi  penangkapan ikan pada masa yang akan datang tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan akan tetapi juga ditujukan untuk memperbaiki proses penangkapan (capture process), mengurangi pengaruh penangkapan (fishing impact) terhadap lingkungan dan keragaman hayati (bio-diversty) (Arimoto, 2000).
Ke depan, para nelayan mungkin tidak akan lagi mengalami kesulitan ketika menangkap ikan. Para peneliti di Institut Pertanian Bogor (IPB) telah menciptakan teknologi penangkapan ikan baru. Rumpon elektronik.Rumpon sendiri sebenarnya sudah tidak asing lagi di mata nelayan. pasalnya, alat bantu dalam aktivitas penangkapan ikan yang digunakan untuk menarik ikan tersebut kerap digunakan setiap kali melaut. Pasalnya, isu internasional tentang penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan sudah di mulai sejak tahun 1999.
Hal ini dipicu oleh alat tangkap purse seine yang berkembang pesat di Samudera Hindia bagian timur yang dioperasikan pada drifting aggregating device yang mampu menangkap ikan-ikan tuna berukuran kecil yang belum matang gonad. Terdapat pro dan kontra tentang hal ini karena rumpon sangat diyakini efektif untuk menangkap ikan.  Konflik ini cepat atau lambat akan sampai di Indonesia, apalagi implementasi “Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)” telah mulai dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, di mana kegiatan proses penangkapan ikan, termasuk di dalamnya penggunaan rumpon akan diatur secara berwawasan lingkungan.
Hanya saja, memang kebanyakan rumpon bersifat pasif dan menetap. Misalnya rumpon yang dibuat dari pelepah pohon kelapa atau rongsokan beca yang ditenggelamkan. Jenis rumpon tradisional ini umumnya menggunakan satu jenis atraktor tertentu dan cenderung memiliki selektivitas target yang rendah atau hasil tangkapan sampingan (by-catch) yang tinggi. Dengan demikian rumpon ini tidak mampu melakukan pemilahan target yang diinginkan dari sisi jenis dan ukuran ikan. Di samping itu, daya tahan rumpon tradisional terbatas, misalnya daun kelapa yang ditempatkan di laut akan cepat lapuk dan terbawa oleh arus laut.
“Nah, rumpon yang kami ciptakan ini adalah rumpon elektronik, di mana kami mencoba memasukkan teknologi elektronika yang sifatnya aktif yang berfungsi untuk mengumpulkan ikan di suatu perairan,” kata Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Indrajaya kepada Indonesia Maritime Magazine.
Indra Jaya mengatakan kalau tim yang dipimpinnya sangat luar biasa karena bisa memikirkan persoalan-persoalan perikanan saat ini. Mereka mencoba berkarya untuk kehidupan nelayan yang lebih dan untuk melindungi biota laut.
“Dari berbagai persoalan dan kajian masalah nelayan dalam penangkapan ikan dan tantangan masa depan, kami terus mela­ku­kan terobosan-terobosan untuk menjwab semuanya. Ide ini merupakan hal yang sangat berharga untuk masa yang akan datang,” tukasnya.
Indra menjelaskan, rumpon ciptaan IPB menggunakan dua attractor atau penarik yaitu cahaya dan suara. Penggunaan dua attractor tersebut didasari hasil penelitian tentang tingkah laku ikan yang menunjukkan bahwa ada spesies ikan yang tertarik terhadap cahaya (fototaksis positif) dan ada juga ikan yang tertarik dengan suara (akustitaksis).
“Ikan yang memiliki ketertarikan terhadap intensitas cahaya dan frekuensi suara tertentu akan mendekat dan berkumpul. Berdasarkan fenomena tersebut, maka dirancang alat yang mampu membangkitkan intensitas cahaya dan frekuensi suara yang disukai oleh ikan,” terangnya.
Penggunaan rumpon elektronik, lanjut Indra, sangat mudah. Alat bantu itu cukup ditenggelamkan ke dalam air laut hingga keda­la­man maksimal lima meter. “Tidak perlu lebih, karena biasanya di atas kedalaman lima meter itu cahaya berkurang atau bahkan gelap,” paparnya.
Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah terkum­pulnya ikan pada suatu daerah yang akan memudahkan nelayan untuk dapat melakukan operasi penangkapan ikan.
“Perkembangan selanjutnya akan menciptakan sebuah metoda penangkapan/fishing technique baru dimana aktivitas penangkapan ikan dapat dilakukan secara efektif dan efisien serta selektif. Hal ini memungkinkan karena ikan yang tertarik dengan cahaya dan suara tentunya hanya ikan-ikan jenis tertentu yang spesifik,” imbuhnya.
Rumpon elektronik itu sendiri, kata Indra, sebenarnya sudah dilakukan uji-coba pada 2008 lalu di Kepulauan Seribu dan hasilnya sangat memuaskan. Karena, dengan adanya bahan cahaya pada rumpon elektronik itu, ikan-ikan akan merasa nyaman saat mata mereka berinteraksi dengan cahaya. Dibandingkan dengan rumpon tradisional yang pembuatannya bisa mencapai Rp 40 juta-an, rumpon elektronik lebih murah. Dari semua bahan-bahan yang digunakan untuk membuat rumpon elektronik hanya dibutuhkan Rp 2,5 juta saja.
Meskipun produksi pembuatannya terbilang murah dari rumpon tradisional, rumpon elektronik belum dipasarkan secara massal. Itu karena, IPB hanya bergerak dalam hal pengembangan tekhnologi, sehingga aplikasinya masih terbatas. Karenanya, Indra Jaya terhadap semua hasil temuan-temuan tim peneliti yang dipimpinnya membuka diri kepada pihak yang hendak melakukan produksi massal. “Kalau ada persusahaan yang mau, kita akan melakukan kerjasama dengan memberitahukan cara-caranya. Dan tentunya hak ciptanya adala tim peneliti IPB,” tuturnya.

Spesifikasi Rumpon Elektronik Teknologinya Ramah Lingkungan
Teknologi perikanan terus berkembang untuk memudahkan manusia dalam melakukan ekplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam laut.  Kemajuan teknologi harus didukung dengan konsep konservasi yang tidak dengan semena-mena mengekploitasi sumberdaya tanpa memperhitungkan dampak negatifnya. Pada invensi rumpon hibrida ini dibuat sebuah sistem dengan metode baru ekploitasi sumberdaya ikan yang ramah lingkungan.
Dikatakan ramah lingkungan karena sistem yang dibangun dapat secara selektif mendapatkan sumberdaya yang diinginkan, misalnya ikan dengan fototaksis positif seperti cumi-cumi akan datang apabila ditarik dengan cahaya, begitu juga dengan ikan Kembung yang tertarik pada frekuensi 100 kHz-130 kHz.
Invensi ini menggunakan sistem pemikatan cahaya dan suara. Cahaya yang digunakan adalah cahaya mempunyai panjang gelombang tertentu yang disukai oleh ikan tertentu, dan frekuensi suara yang dibangkitkan adalah frekuensi yang disukai oleh ikan tertentu pula.  Selanjutnya, karena kinerja alat ini diharapkan dapat bekerja lebih baik dari rumpon tradisional, maka kedua atraktor ini kemudian digabung dalam satu platform yang dapat diaktifkan secara bersamaan.
Invensi rumpon hibrida merupakan aplikasi sistem elektronika yang digunakan dalam penangkapan ikan yang dapat mengumpulkan ikan (attracting fish) pada suatu daerah penangkapan (catchable area). Mekanisme pengumpulan menggunakan gabungan dua atraktor yang berbeda, yaitu cahaya dan suara yang merupakan klaim utama dari invensi ini.
Attractor suara merupakan sistem pemanggilan ikan dengan menggunakan frekuensi suara yang dibangkitkan terdiri dari frekuensi suara tunggal dan spektrum frekuensi yang dibangkitkan oleh kontroler. Frekuensi suara tunggal merupakan satuan frekuensi yang dibangkitan dan dikeluarkan secara kontinyu, dengan besaran yang disesuaikan berdasarkan target ikan yang diinginkan. Spektrum frekuensi merupakan gabungan dari beberapa frekuensi dalam satu kali pengeluaran suara, misalnya frekuensi 1-10 kHz, yang dibuat sapuan menaik (chirp).
“Daya maksimum yang dikeluarkan oleh alat ini adalah 80-100 watt dengan platform cassing kedap air yang menyatu dengan rangka. Keluaran dari atraktor suara ini diumpankan ke transduser yang terbuat dari speaker 2.5” yang pada bagian permukaannya ditutup dengan silikon rubber dengan komposisi 1:20 sehingga menimbulkan medan vibrasi yang optimal,” terang Indra.
Sedangkan attractor cahaya, jelas Indra, merupakan sistem pengumpulan ikan secara selektif dengan menggunakan cahaya suara. Atraktor cahaya yang dibangkitkan terdiri dari beberapa panjang gelombang (warna cahaya), yaitu putih, merah, biru dan hijau, dimana pilihan warna yang akan digunakan disesuaikan dengan target ikan yang dikehen­daki.
“Bahan yang digunakan sebagai attractor cahaya adalah xenon LED ultrabright yang memiliki daya 3-10 watt yang dapat dinyalakan secara bergantian disesuaikan dengan kebutuhan dengan sistem kontrol berbasis komputer. Pemilihan cahaya bisa dilakukan secara manual dengan perantaraan kabel penghubung,” bebernya.
Lanjut Indra, keseluruhan sistem attractor terdapat dalam satu platform yang terbuat dari campuran bahan fiber glass dan bahan PVC 8 inch. Untuk melindungi platform dari benturan kemudian dibuat pelindung dari bahan stainless steel yang dilengkapi dengan pengait pada bagian atasnya untuk menurunkan dan menaikan platform ke dalam air. “Catu daya dan keseluruhan sirkuit elektronik diletakkan di dalam platform dan dibuat kedap air.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar